Bismillah

Bismillah
Awali aktivitas anda di blog ini dengan do'a di atas :)

Tuesday 7 March 2017

Kisah Sahabat Nabi: "Abdullah Bin Jahsy - Menjemput Syahid Lewat Do'a"

Source: www.kisahmuslim.com

Abdullah bin Jahsy al Asadi adalah sepupu sekaligus saudara ipar Rasulullah SAW. Ibunya, Umaimah binti Abdul Muthalib bin Hasyim adalah bibi beliau, dan adiknya, Zainab binti Jahsy RA adalah salah seorang dari Ummahatul Mukminin. Ia termasuk sahabat yang memeluk Islam pada masa awal, yakni sebelum Nabi SAW mengajar di rumah al Arqam bin Abil Arqam (Darul Arqam). Abdullah bin Jahsy pernah hijrah ke Habasyah untuk menghindari siksaan orang-orang kafir Quraisy, tetapi tidak lama kemudian ia kembali ke Makkah, karena tidak sanggup berpisah lama dengan Nabi SAW.

Ketika perintah hijrah ke Madinah datang, Ibnu Jahsy beserta seluruh anggota keluarganya segera menyambutnya. Ia meninggalkan rumah dan segala perlengkapannya begitu saja. Abu Jahal dan Utbah bin Rabiah menyatroni rumahnya dan membuka paksa pintunya, kemudian menjarah isinya layaknya perampok. Mendengar kabar tentang ulah Abu Jahal tersebut, Ibnu Jahsy mengadukan hal tersebut kepada Nabi SAW, dan beliau bersabda:
"Apakah engkau tidak ridha, wahai Abdullah, padahal Allah akan memberikanmu rumah di surga?" "Aku ridha, ya Rasulullah!" Jawab Abdullah, hatinya menjadi tenang dan air mata haru mengalir mendapat penjelasan Nabi SAW tersebut.
Pada bulan Rajab tahun 2 hijriah, Abdullah bin Jahsy memimpin 12 orang sahabat (pada riwayat lain, 8 sahabat) yang diperintahkan Nabi SAW menuju suatu arah, dan diberi suatu surat tertutup, yang baru boleh dibuka setelah dua hari perjalanan. Setelah dua hari, ia membuka surat tersebut, dan isinya adalah perintah Nabi SAW kepada dirinya dan pasukannya untuk menuju ke Nakhlah, tempat antara Makkah dan Thaif, untuk menyelidiki pergerakan dan kafilah dagang orang Quraisy dan melaporkannya kepada Nabi SAW. Sampai di Nakhlah, mereka melihat kafilah dagang kaum kafir Quraisy sebagaimana disebutkan Nabi SAW. Ibnu Jahsy bermusyawarah dengan pasukannya tindakan apa yang harus dilakukan. Saat itu adalah akhir Bulan Rajab, bulan haram yang dilarang berperang di dalamnya. Kalau menunggu malam harinya, dimana sudah masuk Bulan Sya'ban dan diperbolehkan berperang, kafilah itu akan masuk tanah suci (tanah haram), dan haram pula berperang di tempat itu. Setelah melalui berbagai pertimbangan, ia memutuskan untuk menyerang kafilah tersebut. Satu orang Quraisy tewas dan dua orang tertawan, sisanya melarikan diri. Dengan membawa tawanan dan ghanimah, Abdullah bin Jahsy dan pasukannya pulang ke Madinah.

Sampai di Madinah, ternyata Rasulullah SAW tidak sependapat dengan keputusannya tersebut. Beliau bersabda:
“Aku tidak memerintahkan kalian untuk berperang di Bulan Suci (Bulan Haram)…!!”
Beliau menolak untuk menerima tawanan dan ghanimah yang telah dibawanya. Abdullah bin Jahsy dan pasukannya merasa sangat malu pada Nabi SAW, dunia jadi terasa sempit dan menyesakkan dada mereka. Hal inipun dimanfaatkan oleh oleh orang-orang Quraisy untuk melontarkan tuduhan dan fitnah kepada Nabi SAW, bahwa beliau menghalalkan bulan haram, membunuh dan menawan orang dan merampas harta bendanya, sehingga keadaan jadi kemelut yang rumit. Tetapi kemudian Allah SWT menurunkan wahyu, Surah Al Baqarah: 217, yang isinya membenarkan tindakan Abdullah bin Jahsy, yakni mengecualikannya karena sebelumnya kaum kafir Quraisy telah melakukan tindakan yang jauh lebih besar dosanya, yakni mengusir penduduknya (yang muslim) dari Tanah Haram Makkah.

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ ۖ قُلْ قِتَالٌ فِيهِ كَبِيرٌ ۖ وَصَدٌّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ مِنْهُ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ ۚ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ ۗ وَلَا يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّىٰ يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوا ۚ وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُولَٰئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۖ وَأُولَٰئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ ۖ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ 

Terjermahan:
"Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: "Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya." (Q.S Al-Baqarah:217)

Nabi SAW menjadi gembira dan ridha dengan tindakan Ibnu Jahsy, dan menerima tawanan dan ghanimah yang dibawanya, dan membagikannya kepada yang berhak. Itu adalah tawanan dan ghanimah pertama dalam Islam. Peristiwa tersebut merupakan babak baru yang menunjukkan bagaimana kekuatan orang-orang Islam. Sebaliknya, orang-orang kafir Quraisy mulai dirasuki ketakutan, orang-orang yang dahulu disiksa dan dimusuhinya, bahkan diusir dari tanah kelahirannya, sekarang menjadi batu perintang yang menghalangi jalur perdagangannya ke Syam. Apalagi di bulan Sya'ban itu juga, turun surah Al Baqarah ayat 190-193 yang mewajibkan orang-orang Islam untuk berperang melawan orang-orang yang memerangi dan menghalangi mereka dari jalan kebenaran. 

Dalam perang Uhud, Abdullah bin Jahsy menemui sahabatnya, Sa'ad bin Abi Waqqash dan mengajaknya berdoa bergantian dan saling mengaminkan, karena doa seperti itu akan mudah dikabulkan oleh Allah SWT. Sa'ad setuju dengan usulan sahabatnya tersebut. Merekapun menuju suatu tempat agak menjauh dari yang lain dan mulai berdoa. Sa'ad memperoleh giliran pertama, ia berdoa:
"Ya Allah, saat aku berada di tengah pertempuran esok hari, dengan limpahan Kasih SayangMu, ya Allah, hadapkanlah aku dengan musuh yang kuat dan garang, biarkanlah ia menyerangku sekuat tenaganya, dan aku akan menghadangnya sekuat tenagaku, Setelah itu, ya Allah, ijinkahlah aku memperoleh kemenangan dan membunuhnya karena-Mu, dan biarkanlah aku memperoleh ghanimah atas limpahan karunia-Mu, ya Allah!" "Amin…!" Abdullah bin Jahsy, menutup doa Sa'ad.
Kemudian ganti ia berdoa:
"Ya Allah ya Tuhanku, dalam pertempuran esok hari, hadapkanlah aku dengan musuh yang paling kuat, biarkanlah dia menyerangku dengan kemarahan membara, dan berilah aku keberanian untuk menghadangnya dengan segala kekuatan yang ada padaku. Kemudian, ya Allah, biarkanlah musuhku itu membunuhku, dan biarkanlah musuhku itu memotong hidung dan telingaku. Sehingga pada hari kiamat kelak, saat aku berdiri di hadapan-Mu untuk diadili, Engkau akan bertanya: 'Wahai Abdullah, mengapa hidung dan telingamu terpotong?' Maka aku akan menjawab: 'Hidung dan telinga saya telah terpotong karena berjuang di jalan-Mu dan jalan Rasul-Mu..' Maka Engkau akan berkata: 'Benar, semuanya terpotong karena berjuang di jalan-Ku',…. ya Allah, kabulkanlah doaku ini!!" "Amin…!" Kata Sa'ad, mengaminkan doa yang dipanjatkan Abdullah bin Jahsy, yang tampak aneh dan mengherankan.
Tetapi, itulah wujud kecintaannya kepada Allah dan kerinduannya akan alam akhirat yang kekal abadi. Esok harinya, pertempuran berlangsung sengit, dan doa keduanya dikabulkan oleh Allah. Sa'ad memperoleh kemenangan dan ghanimah yang banyak, sedang Abdullah menemui syahidnya dengan hidung dan telinga terpotong, sehingga untuk menempelkannya diikat dengan benang, tubuhnyapun luka tercincang tak karuan, seperti keadaan jasad pamannya, Hamzah bin Abdul Muthalib Ra. Melihat keadaannya tersebut, Sa'ad berkata:
"Doa Ibnu Jahsy lebih mulia daripada doaku!"

Thursday 2 March 2017

Mengapa Kulit Manusia yang Telah Hangus Terbakar di Neraka Diganti Kembali?

Source: www.ayatilmiah.wordpress.com

Diperkirakan bahwa indra perasa dan rasa sakit tergantung pada otak. Penemuan-penemuan terbaru menemukna bahwa ada reseptor rasa sakit yang terdapat di bawah kulit. Tanpa reseptor ini manusia tidak akan dapat merasakan sakit.

Ketika seorang dokter memeriksa pasiennya yang menderita luka bakar, ia akan mengukur tingkat keparahan luka bakar pasien tersebut dengan tes pinprick. Jika pasien tersebut masih merasakan sakit, tandanya luka bakar yang dideritanya tidak terlalu dalam dan reseptor rasa sakit masih tetap utuh. Namun, jika pasien tidak merasakan sakit maka itu berarti luka yang diderita cukup parah dan reseptor nyeri yang terdapat di bawah kulit telah hancur.

Al-Qur’an ternyata telah memberikan penjelasan adanya reseptor rasa sakit tersebut sejak 14 abad yang lalu melalui ayat berikut:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا الْعَذَابَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَزِيزًا حَكِيمًا

Terjemahan:
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S An-Nisa: 56)

Pada ayat tersebut diebutkan bahwa setiap kali kulit hangus terbakar maka akan diganti dengan kulit yang lain. Karena sesuai dengan fakta ilmiah yang telah disebutkan di atas, suatu kulit yang telah terbakar dan mengalami kerusakan reseptor nyeri maka tidak akan dapat merasakan nyeri sama sekali. Sehingga Allah menciptakan hal tersebut sebagai bentuk azab yang akan dirasakan terus-menerus oleh orang-orang kafir selama mereka berada di neraka. 

Source: www.slideshare.net

Prof. Tejatat Tejasen, Ketua Departemen Anatomi di Universitas Chiang Mai Thailand telah menghabiskan banyak waktu untuk meneliti masalah reseptor rasa sakit ini. Awalnya ia tidak percaya bahwa Al-Qur’an telah menyebutkan hal yang merupakan fakta ilmiah ini sejak 1.400 tahun silam. Karena terkesan dengan keilmiahan Al-Qur’an tersebut, maka pada Konferensi Kedokteran yang diadakan di Riyadh, Arab Saudi beliau dengan mantap mengucapkan kalimat syahadat di depan umum dan memutuskan untuk menjadi seorang Muslim. Masya Allah.

Sumber: Miracles of Al-Qur'an & As-Sunnah, Zakir Naik. Dengan beberapa perubahan redaksi)